Blogger Template by Blogcrowds

Menghitung Biaya produksi dan Pemasaran Jamur Tiram Segar

Senin, 09 Agustus 2010

Dalam budidaya jamur tiram, maka fakto pemasaran dan penentuan harga jual produk menjadi penting untuk diperhatikan. Berapa harga yang harus ditentukan agar kita tidak rugi. Berapa persentase tiap komponen yang perlu diperhitungkan agar layak tidaknya usaha kita dapat diperkirakan. Disini akan kami coba paparkan secara sederhana perhitungan biaya produksi dengan contoh rupiah dan persentase.

Contoh rupiah untuk memudahkan. Namun karena harga bahan baku ataupun yang lain serta harga pasar berfluktuasi maka angka persen diharapkan akan mempermudah perhitungan. Angka-angka yang ada akan mudah dikembangkan jika diolah dengan worksheet seperti excel dsb. Komponen yang dilibatkan jug dapat ditambah, persentase dapt diubah dan sebagainya sesuai kondisi yang ada.
Pada tulisan ini dibuat singkat karena terbatasnya ruang. Silahkan dikembangkan sendiri.
Diasumsikan(berdasar hitungan yang dilakukan oleh usaha yang sedang dijalankan) biaya produksi per kg jamur adalah Rp 4.460,-. Perajin/Petani dapat mengambil untung sebesar (60 %) yaitu Rp 2.740,- sehingga harga jual per kg jamur adalah Rp 7.200,- Ingat harga ini adalah harga ditingkat petani atau harga tangan pertama yaitu di tempat panen. Untuk mencapai harga sebenarnya masih banyak yang harus diperhitungkan.
Biaya produksi ditingkat petani (Rp 4.460,-) dihitung berdasarkan biaya tidak tetap (82,20%) dari total biaya produksi dan biaya tetap 13,70%. Biaya tidak tetap mencakup: jerami, bekatul, kapur, pembibitan, polibag, pupuk, kompos dan sebagainya yang umum digunakan. Biaya tetap mencakup depresiasi alat dan kombong serta tenaga kerja. Tenaga kerja dapat dihitung sebagai biaya tetap atau tidak tetap tergantung pelaksanaan di temapt usaha. Pada industry kecil sering masuk biaya tidak tetap karena mereka bekerja sesuai pekerjaan saat proses produksi yang dibayar harian.
Hitung total biaya produksi anda (misal Rp 7.045.200,-), hitung total pendapatan anda yaitu jumlah jamur yang dihasilkan dikalikan harga jual tingkat petani (missal Rp 11.376.000,-), lalu bagilah total biaya produksi dengan total pendapatan jika diperoleh 1: 1,61 (0,62 atau lebih besar dari 0,60) maka usaha anda ini layak untuk dilakukan. Jika kurang harap diperhitungkan kembali beberapa factor biaya dan juga harga jual yang anda tetapkan.
Pada penjualan jamur segar petani dapat menggunakan penjualan sendiri namun cara ini kurang efektif jika hasil cukup banyak dan semakin besar sehingga mau tidak mau kiat menggunakan jasa pedagang grosir atau pedagang eceran dalam bentuk pasar, rook atau supermarket. Tentunya masing-masing tingkat pedagang ingin memperoleh keuntungan. Semakin panjang rantai penjualan sampai ke konsumen maka beda dengan harga jual di tingkat petani akan semakin besar. Biaya yang dikeluarkan harus diperhitungkan pula dengan pajak dan transportasi. Umumnya harga jual ditingkat petani adalah 60% dari harga jual ke konsumen. Artinya harga jual yang kita tetapkan maksimum adalah 60 % dari harga yang berlaku di pasar.
Penambahan biaya sebesar 40 % meliputi: biaya pemasaran sampai ke tingkat pedagang eceran sebesar 8,33% (besar kecilnya ini tergantung daerah dan panjang pendeknya jalur) sehingga harga sampi ke pengecer menajdi Rp 8.100,-. Pengecer harus mengambil untuk untuk penjualananya (biasanya sebesar 20 %, disini dianggap mengambil untung 31,67%) maka harga di tingkat pengecer menjadi Rp 12.000,- per kg. apakah harga ini dapat anda capai. Harga jual ke konsumen sebesar Rp 12.000,- adalah harga perkiraan anda untuk melihat apakah lebih tinggi atau lebih rendah dari harga yang sesungguhnya ada. Agar anda tahu untung tidak usaha yang akan kita lakukan jika menggunakan jasa orang lain (rantai distribusi). Biasanya setiap rantai menentukan biaya sendiri sehingga persentase yang ditulis bukanlah harga mati jadi dapat diubah sesuai dengan situasi di sekitar tempat usaha.
Produk jamur tiran yang dijual di pasar sering telah mengalami proses lebih lanjut missal pengemasan dan pendinginan. Penjualan dengan cara ini jug akan menambah biaya dn harga jualnya. Macam kemasan akan mempengaruhi harga jualnya. Jika produk ini yang anda pakai maka ada penambahan biaya lagi harga ditingkat petani bisa tidak lagi 60% tapi dapat turun sampai menjadi 20% jika produk dikemas dalam kaleng dan sebaginya.
Jadi saat anda menentukan harga jual maka lihat harga jual di tingkat konsumen, kemudian tarik mundur apakah harga yang anda tetapkan dapat bersaing. Jug untuk menentukan harga minimal yang harus anda tetapkan apabila produk anda akan dibeli oleh distributor (apakah anada harus mengantar produk ke distributor atau distributor yang akan mengambil sendiri)
Selamat mencoba menghitung usaha anda, agar anda tidak rugi dalam melakukan usaha budidaya jamur. Semoga sukses selalu menyertai anda. Amiin.


sumber : http://permimalang.wordpress.com Selengkapnya...

Budidaya Jamur Tiram lebih Mudah dengan Media Murah

http://www.cybertokoh.com/news/jamur.htm

Edisi 325 / Minggu / 1 3 Maret 2005

AGRIBISNIS jamur tiram, di Nusa Tenggara Barat, sampai saat ini masih tergolong hal baru. Di Jawa dan Bali, bisnis ini sudah cukup lama dikenal. Di Lombok, tidak banyak bahkan bisa dikatakan hanya satu dua saja yang menggeluti usaha ini. Salah satunya adalah usaha yang dirintis Ir. M. Mahrup Kaseh sejak tahun 1989. Hingga kini usaha itu masih bertahan dan terus melakukan inovasi pada teknik budidaya dan pengembangan pemasarannya sehingga menjadi agribisnis yang utuh dan mudah dilaksanakan sebagai teknologi tepat guna yang ramah lingkungan.

Pengembangan teknik budidaya ini dipermudah dengan menggunakan bibit sebar dedan dengan media yang mudah dan murah. Alat pres dan alat sterilisasi direkayasa sendiri sehingga mudah dilaksanakan dengan hasil yang baik. “Teknik dan alat yang digunakan merupakan hasil pencarian terus menerus,” ungkap pensiunan PNS ini yang mengaku, belajar membudidayakan jamur lewat buku, potongan-potongan koran, majalah dan informasi yang ia kumpulkan.
Di Mataram, menurut, Ir. Parman, Ph.D, Dekan Fakultas Pertanian Universitas Mataram, yang selama ini peduli dalam penelitian dan permasalahan jamur, animo masyarakat untuk membudidayakan jamur ini terbilang kurang. “Padahal untuk komoditi ekspor usaha ini sangat menjanjikan,” katanya.
Berbeda dengan jamur merang yang perlu ruangan tertutup dan hangat serta kedap udara, jamur tiram tidak memerlukan suhu tertentu atau ruang kedap udara. “Pada suhu biasa, jamur tiram bisa tumbuh dengan baik,” lanjutnya. Jamur tiram yang umum dikembangkan untuk budidaya biasanya berwarna putih, sementara warna coklat dan merah muda tidak. Menyoal rasa dari jamur tersebut, ungkap Parman, tergantung medianya. Sementara itu, untuk menghasilkan jamur sesuai warnanya tergantung pada warna asal bibit yang ditanam.-niek
Cermati Ciri-ciri Jamur Beracun
SECARA umum, jamur termasuk dalam jenis sayuran yang mengandung sedikit sekali protein dan hidrat arang, seperti halnya kangkung, ketimun, kool, kembang kool, tauge, sawi. “Karena kandungan kalorinya rendah, jamur boleh dimakan sekehendak atau bebas tanpa memperhitungkan banyaknya,” kata Ni Nyoman Widarmini, S.K.M. Kepala Instalasi Gizi Rumah Sakit Umum, Mataram.
“Tentunya, jamur yang boleh dimakan atau tidak beracun,” ungkap Ir. Parman, Ph.D. Menurutnya, jamur tiram, yang berkembang dibudidayakan hingga saat ini adalah jamur tiram putih, coklat dan merah muda. Jamur ini, tumbuh di kayu yang mengalami pelapukan atau yang sudah mati, tumbuh pula di ilalang, sampah tebu dan sampah sagu.
Jamur tersebut tidak beracun dan boleh dimakan. Jamur yang tergolong beracun dan tidak dapat dikonsumsi, lanjutnya, jika jamur tiram misalnya, tumbuh di kayu yang masih hidup, tumbuh di bangkai, kotoran ayam atau binatang ternak. “Jika termakan, jamur jenis ini akan menyebabkan keracunan dan dalam konsentrasi racun tinggi dan bisa menyebabkan kematian,” ujarnya.
Ciri-ciri jamur beracun antara lain, umumnya tangkai payungnya bergelang atau terdapat lingkaran menyerupai cincin. Tapi, katanya, tidak semua yang bergelang merupakan jamur beracun. Selain itu, aroma jamur akan terasa berbau sangat tajam, jika dipotong terdapat cairan kekuning-kuningan dan berlendir. “Jika terdapat tanda-tanda tersebut, sebaiknya jamur ini jangan dikonsumsi,” saran Parman. Jamur ini biasanya tumbuh liar, sementara jamur yang sengaja dibudidayakan untuk dikonsumsi tentunya jamur yang tidak beracun, jadi tidak perlu khawatir membeli jamur apalagi yang sudah dalam kemasan.
Selain dikonsumsi dalam keadaan segar, jamur juga kerap dikonsumsi setelah mengalami pengeringan untuk pengawetan. Menurut Nyoman, antara jamur segar dan jamur kering terdapat perbedaan kalori yang dikandungnya. Jamur segar dalam 100 gram di dalamnya terdapat 15 kalori, protein 3,8 gram, lemak 0,6 gr, karbohidrat 0,9 gr, kalsium 3 mg, zat besi 1,7 mg, vitamin B 0,1 mg dan vitamin C 5 mg.
Sedangkan pada 100 gram jamur kering terdapat 128 kalori, protein 16 gram, lemak 0,9 gr, karbohidrat 64,6 mg, kalsium 51 mg, zat besi 6,7 mg, vitamin B 0,1 mg dan tidak mengandung vitamin C. “Jamur segar maupun jamur kering keduanya tidak mengandung vitamin A,” ujar Nyoman yang sudah 15 tahun bekerja di Instalasi Gizi ini. – niek
Belum Mampu Memenuhi Permintaan
BUDIDAYA jamur tiram dengan memanfaatkan limbah gergajian kayu yang dilakukan Mahrup, bisa dijadikan alternatif usaha yang mempunyai prospek sangat baik. Selain memakai bahan yang mudah dan murah, Mahrup juga membuat sendiri bibit induk dan bibit sebar jamur tiram ini, sehingga tidak perlu lagi mengeluarkan biaya tambahan untuk membeli bibit.
Dalam waktu dua setengah bulan bibit tersebut sudah dapat dipakai, lebih cepat ketimbang proses yang selama ini dikenal yang memakan waktu sekitar empat bulan. Membuat bibit induk dan bibit sebar jamur tiram dilakukan dengan menyediakan media antara lain dedak halus dan tepung jagung yang dicampur dan ditambahkan air lalu dibuat adonan atau pasta (perbandingan 2:1). Media tanam dipres dengan alat pres yang direkayasa sendiri.
Proses perawatan hingga panen dalam budidaya jamur tiram ini juga cenderung gampang. Setelah polybag-polybag dingin, bibit jamur tiram dimasukkan satu sendok di bagian atasnya dan disimpan dalam ruang inkubasi. Jumlah bibit yang dimasukkan tidak akan berpengaruh pada berat jamur yang dihasilkan melainkan proses keluarnya jamur bisa lebih cepat, kata Mahrup. Lama kelamaan, polybag-polybag tersebut nantinya akan kelihatan memutih di seluruh permukaannya. “Jika sudah putih semua, polybag tersebut dapat dipindahkan ke ruang produksi,” ujar Mahrup.
Dalam ruang produksi, perawatan sederhana dimulai dengan membersihkan ruangan tiap pagi serta menyemprot polybag dengan air untuk tetap menjaga kelembaban ruangan serta merangsang tumbuhnya jamur tiram. Agar proses tumbuhnya jamur cepat, maka kapas penutup mulut polybag dibuka beberapa sebelum jamur keluar. Dalam waktu 15 hari dalam ruang produksi, jamur akan terlihat bermunculan, keluar dari mulut-mulut polybag. Tidak lama setelah itu, selang tiga hari kemudian jamur tiram pun mekar dan panen pertama pun bisa dimulai.
Selain menjual jamur segar, Mahrup juga menyediakan polybag-polybag berisi jamur tiram berumur sehari untuk dijual. “Artinya, kami menjual jamur yang sudah keluar dan kemungkinan sudah tidak lagi terkontaminasi,” katanya. Untuk pemasaran polybag jamur siap panen ini, Mahrup memakai sistem mitra, mereka yang sengaja membeli polybag-polybag jamur siap panen tersebut. Sampai saat ini, ia memiliki setidaknya enam mitra yang rutin mengambil masing-masing 200 polybag tiap bulannya. Di samping itu, pemasaran dilakukan di pasar-pasar tradisional sekitar Mataram.
Permintaan akan jamur siap panen dalam polybag tersebut, menurutnya, sangat tinggi, hanya saja ia belum mampu menyediakannya. Tahun 2005 ini ia telah membuat bibit lebih banyak dari biasanya, serta sedang melakukan proses percobaan pada kemungkinan bisa menambah berat jamur tiram saat dipanen setidaknya dua ons. Di rumahnya, tempat budidaya jamur tiram sampai saat ini, Mahrup telah banyak memberikan pelatihan-pelatihan pada mahasiswa tentang budidaya jamur tiram juga sebagai tempat PKL, sumber bahan penelitian dan konsultasi teknologi serta menjadi tempat tujuan agrowisata yang sering dikunjungi masyarakat dari berbagai daerah di NTB. –niek

sumber : http://permimalang.wordpress.com
Selengkapnya...